Sebagian pendapat menghukumi makruh bersiwak setelah masuk waktu salat dhuhur, kemakruhan itu ada bilamana bersiwak itu dilakukan bukan karena mulut yang berbau, TAPI kalau dilakukan karena berbaunya mulut maka tidak makruh, bahkan menurut imam Nawawi tidak makruh walaupun bersiwak setelah masuknya waktu solat dhuhur. Keterangan ini bisa anda lihat dalam kitab i'anah dan baijuri pada bab siwak.
Dan dalam kitab Kifayatul Akhyar dijelaskan:
(كفاية الاخيار ١/١٦_١٧)
و هل يكره للصائم بعد الزوال فيه خلاف؟ الراجح فى الرافعى و الروضة انه يكره لقوله عليه الصلاة و السلام لخلوف فم الصائم الطيب عند الله من الريح المسك رواه البخارى. و فى رواية مسلم يوم القيامة. و الخلوف بضم الخاء واللام هو التغييرو خص بما بعده الزوال لان تغيير الفم بسبب الصوم حينئذ يظهر، فلو تغير فمه بعد الزوال بسبب اخر كنوم او غيره فاستاك لاجل ذلك لا يكره و قيل لا يكره الا ستياك مطلقا و به قال الائمة الثلاثة و رجحه النووى فى الشرح المهذب
Apakah makruh bagi orang yang berpuasa bersiwak setelah lengser matahari? hal ini terjadi perbedaan pendapat. Pertama, pendapat yang paling rojih dari Imam Rofi'i adalah makruh hal ini didasarkan atas hadis dari imam Bukhori dan Imam Muslim, Bahwasannya perubahan bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah adalah lebih wangi dibandingkan aroma minyak misik.
Dikhususkan dengan lengser matahari, karena pada waktu itu perubahan bau mulut karena berpuasa akan tampak, namun. Apabila perubahan bau mulut sesudah matahari lengser disebabkan oleh hal lain semisal karena habis tidur maka bersiwak tidak dimakruhkan.
Pendapat yang kedua menghukumi TIDAK MAKRUH secara mutlak dan ini adalah pendapat 3 Imam Madzhab. Dan Imam Nawawi merojihkan dalam kitabnya Syarah al-Muhadzab.
*Wallaahu A'laamu bis Showaab*
Komentar
Posting Komentar